Generasi Y dan Generasi Z dalam Diskursus Pemilu Serentak 2019 (Studi Demografi Kategori Pemilih Pemula dan Muda di Jakarta Timur)

Oleh : Wage Wardana (Ketua KPU Kota Jakarta Timur)

Pelurusan Diskursus

Anak muda atau pemuda adalah diskursus menarik dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tak terkecuali dalam aspek demokrasi, lebih menjurusnya dalam kontestasi pemilu serentak 2019 di Indonesia. Mereka dianggap sebagai segmen unik dan memiliki pengaruh dalam arah demokrasi di berbagai Negara, termasuk Indonesia.  Media dan masyarakat dalam berbagai kesempatan menyebut mereka sebagai generasi milenial. Oleh sebab itu, baik partai politik, calon senator (baca: calon anggota DPD) dan calon presiden dan wakil presiden mempunyai gimmick-gimmick untuk mempengaruhi, merangkul dan melibatkan mereka kedalam strategi dan metode kampanyenya, dengan tujuan mendapatkan simpati dan suara mereka.

Supaya tidak terlanjur sebuah kesalahan menjadi sebuah hal yang dimaklumi dan dianggap benar, maka penulis akan memberikan pandangan lengkap mengenai diskursus kategori usia. Kalau kita selalu menyampaikan dan mengidentifikasi pemuda dan anak muda sebagai generasi milenial, maka akan ada kelompok yang tidak termasuk kategori milenial namun mempunyai hak pilih dalam pemilu serentak 2019, nantinya. Teori generasi salah satunya dikemukakan oleh Codrington dan Marshall (2004), mereka menyatakan bahwa terdapat lima generasi manusia yaitu, Generasi Baby Boomers, lahir pada 1946-1964, Generasi X, lahir pada 1965-1980, Generasi Y, lahir pada 1981-1994, Generasi Z, lahir pada rentang tahun 1995-2010, dan generasi Alpha yang lahir pada rentang tahun 2011-2025.

Menajamkan teori tersebut, maka generasi milenial adalah generasi Y yang lahir pada rentang 1981-1994. Sedangkan generasi Z, atau yang disebut  iGeneration lahir pada rentang tahun 1995-2010. Kalau kita mengikuti arus pemberitaan media massa, maka pemilih pemula dan pemilih pemuda dianggap sebagai generasi milenial. Padahal, kalau kita tidak memfilter dan menerima pemberitaan tanpa reserve, maka generasi Z akan terabaikan, padahal secara usia sudah bisa memilih, setidaknya menurut teori Codrington dan Marshall. Oleh sebab itu, penulis menegaskan bahwa tidak hanya generasi milenial, namun generasi z juga sudah sudah bisa terlibat dalam pemilu serentak yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019.

Generasi Z yang lahir pada rentang 1995-2010 akan terlibat dalam proses kontestasi tersebut. Ambil contoh, seseorang yang lahir pada tahun 1995, pada tahun 2019 akan berusia 24 tahun. Menurut UU nomor 7 tahun 2017 mengenai pemilu, mereka sudah mempunyai hak pilih pada pemilu 2019. Mereka bukan generasi milenial, mereka adalah iGeneration namun public terlanjur melabeli mereka generasi milenial. Hal tersebut tentu adalah sebuah kesalahan diskursus, kalau tidak diluruskan maka istilah generasi Z akan hilang dalam diskursus pemilu 2019 dan dianggap generasi milenial.

Secara objektif dan memperhatikan teori tersebut, maka seharusnya bukan hanya generasi milenial yang akan menjadi garapan para calon wakil rakyat atau calon pemimpin kita, tetapi juga generasi z. Sehingga mulai saat ini, sudah sepantasnya kita menyatakan selamat dating generasi Y dan generasi Z dalam pusaran pemilu 2019. Tentu teori lain akan mempunyai batasan usia berbeda-beda, tetapi rentang waktunya tidak jauh berbeda.

 

Konfigurasi Pemilih pemula dan pemilih muda dalam DPT Jakarta Timur      

Jakarta Timur sebagai salah salah satu kota administratif di DKI Jakarta memiliki karakteristik unik dibanding kota lain, namun bukan hal tersebut yang akan penulis kupas dalam tulisan ini. Pemilih akan memfokuskan penulisan pada kategori pemilih pemula dan pemilih muda dalam tulisan ini. Penulis akan membagi kategori diatas kepada 3 kategori, yaitu kelompok 17, 18-21 dan 22-30. Usia 17 mewakili segmen pemilih pemula, kelompok usia 18-21 mewakili pemilih remaja, dan pemilih berusia 22-30 mewakili pemilih muda. Tiga segmen tersebut tentu saja mewakili kelompok pemilih generasi Y dan generasi Z.

Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan dan 65 kelurahan. Kalau kita bedah DPT Jakarta Timur, maka akan didapatkan data-data menarik untuk dikaji. DPT Jakarta Timur adalah 2.246.279. kalau dikupas, maka akan menghasilkan pemilih U-17 sebanyak 37686, U 18-21 sebanyak 200.920 dan kategori U 22-30 sebanyak 427.633. Persentase pemilih U-17 adalah sebanyak 1,67 %, persentase pemilih U 18-21 adalah sebanyak 8.94 % dan kategori U 22-30 adalah sebanyak 19.03 %. Akumulasi data tersebut mencapai angka 29.66 %, angka tersebut sangat besar, angka besar tersebut kalau diedukasi dan ditata akan menghasilkan dan meningkatkan kualitas pemilu tahun 2019.

Kalau data tersebut di Breakdown lagi, maka akan tersaji kelompok usia generasi milenial dan generasi z. Kelompok usia 17 termasuk kategori kategori Z, kelompok 18-21 juga termasuk kedalam kelompok Z, dengan memperhatikan usia, maka mereka termasuk kedalam generasi Z. Untuk kelompok usia 22-30, maka kategori tersebut adalah campuran generasi milenial dan generasi z. Batas bawah usia 22 tahun, maka pada 2019 mereka rata-rata kelahiran 1997/1998, namun kategori usia 24 tahun keatas mereka adalah generasi milenial dengan memperhatikan kategori usia tersebut.

 

Pandangan terhadap kaum Generasi Y dan Generasi Z

Penulis mempunyai opini terhadap kaum Y dan kaum Z, persamaan keduanya adalah muda, melek teknologi, tergantung sama teknologi, dan menjadikan teknologi sebagai acuan dan kebutuhan primer mereka dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut bisa dijadikan KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk mengedukasi mereka melalui sosialisasi berbasis IT. Karakteristik mereka yang senantiasa berpedoman terhadap media social, akan memudahkan KPU dan peserta pemilu untuk memberikan edukasi bahkan mengajak mereka untuk ikut serta aktif dalam menegakkan demokrasi Indonesia.

Mereka sangat aktif dalam media social, aplikasi-aplikasi media social seperti Instagram, Facebook, Twitter dan Youtube menjadi tantangan sekaligus cara bagi KPU Jakarta Timur dan peserta pemilu untuk mengajak serta mereka aktif dalam berdemokrasi melalui aplikasi berbasis online. Tentu generasi Z dengan kemajuan IT yang semakin canggih terkena pengaruh juga terhadap pola hidup dan karakter hidup mereka dibanding generasi Y. Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka.

Pelajaran buat penyelenggara pemilu adalah, libatkan mereka secara aktif untuk memahami pemilu, pentingnya pemilu, dan perkenalkan visi dan misi serta profil kontestan kepada mereka melalui bentuk sosialisasi variatif, tidak hanya berbentuk Class tetapi berbentuk pula kelas sosialisasi online, untuk menarik minat mereka dan member pemahaman pentingnya berdemokrasi. Sedangkan untuk kontestan, libatkan mereka dalam proses merancang kebutuhan mereka, serta buat saluran untuk melibatkan mereka, sehingga mereka akan melek berdemokrasi, walau tentunya pola dan metode sosialisasi akan berbeda pada kategori generasi Y dan generasi Z.

 

Konklusi

Akhirnya, tulisan ini mempunya beberapa hal yaitu, publik dan media harus meluruskan diskursus Generas Y dan Generasi Z adalah bagian terpisah dalam kategori usia, dan bukan merupakan satu kesatuan yang acapkali disebut generasi milenial, padahal generasi milenial adalah generasi Y sedangkan Pemilih Pemula dan remaja dalam pemilu termasuk dalam kategori generasi Z. Sekali lagi, tulisan ini meluruskan dan menegaskan adanya perbedaan dalam dua kategori tersebut.

Hal kedua adalah, penulis membedah data DPT Jakarta Timur kalau dikupas, maka akan menghasilkan pemilih U-17 sebanyak 37686, U 18-21 sebanyak 200.920 dan kategori U 22-30 sebanyak 427.633. Persentase pemilih U-17 adalah sebanyak 1,67 %, persentase pemilih U 18-21 adalah sebanyak 8.94 % dan kategori U 22-30 adalah sebanyak 19.03 %. Akumulasi data tersebut mencapai angka 29.66 %, angka tersebut sangat besar, angka besar tersebut kalau diedukasi dan ditata akan menghasilkan dan meningkatkan kualitas pemilu tahun 2019. Generasi Z terkumpul dalam, dua kategori yaitu U 17 dan U 18-21, sedangkan kategori U 22-30 adalah gabungan dari generasi Y dan Z.

Hal ketiga adalah, karakteristik generasi Y dan Z itu berbeda, sehingga KPU Jakarta Timur dan para kontestan harus meramu metode sosialisasi yang baik dan tepat guna, untuk membuat mereka ikut aktif dan teredukasi dengan baik, sehingga akan menghasilkan calon pemilih yang berkualitas.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


9 + 13 =