Oleh : Wage Wardana
Kaum Disabilitas Sebagai Pilar Demokrasi
Demokrasi dalam sebuah penyelenggaraan bernegara khususnya Indonesia adalah amanat konstitusi. Landasan idiil tersebut tertuang dalam Pancasila, sila ke-4, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sila tersebut secara jelas menyampaikan bahwa demokrasi adalah salah satu pondasi bernegara, selain ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan keadilan sosial. Kelima sila tersebut merupakan hasil kesepakatan para Founding Father, tentu melewati pergulatan ide, konsep dan diakhiri dengan kesepakatan bersama.
Pengejawantahan praktek demokrasi di Indonesia dewasa ini melalui pemilihan umum, baik pemilihan umum legislatif, presiden maupun pemilihan kepala daerah. Pasal 22 E UUD 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Secara konstitusional lahirlah Komisi Pemilihan Umum untuk menjawab mandat yang tertuang dalam UUD 1945 tersebut. Pada tataran praktis, tentu demokrasi tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa Software atau Hardware yang dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan dan tegaknya demokrasi tersebut.
Semua elemen masyarakat dalam pemilu mendapatkan posisi yang sama dalam ruang untuk memberikan hak, baik dipilih ataupun memilih, kecuali beberapa kasus hukum yang telah mendapatkan hasil Inchraht yang menyebabkan seseorang tidak layak untuk dipilih, karena melanggar nilai dan norma hukum positif di sebuah Negara, khususnya Indonesia. Kaum penyandang disabilitas adalah segmen potensial yang menentukan tingkat keterpilihan seseorang atau tingkat partisipasi pemilu disuatu daerah.
Dalam UU no.8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Dalam pasal 5 UU tesebut di sebutkan ,”Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon anggota Presiden dan wakil presiden dan sebagai penyelenggara pemilu”.
Kaum disabilitas menentukan dua hal dalam pemilu, pertama menentukan tingkat keterpilihan seseorang dalam kontestasi, kedua menentukan dalam meningkatkan kualitas pemilu disuatu Negara atau daerah. Tidaklah berlebihan apabila dalam perspektif demokrasi, kaum disabilitas dilabeli sebagai pilar demokrasi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pilar adalah (1) tiang penguat, (2) dasar, (3) tiang berbentuk silinder pejal. Penulis berkesimpulan bahwa kaum disabilitas adalah pilar dalam menjalankan dan menegakkan demokrasi di Indonesia.
Pilar tentu merupakan penyokong, sehingga tanpa pilar yang kuat maka demokrasi akan mengalami keruntuhan atau ketimpangan. Sehingga pemilu akses tentu merupakan sebuah solusi bagi penyelenggara pemilu untuk menjawab diskursus kaum disabilitas. Tentu, pemilu akses tidak hanya berbicara aturan, tetapi juga berbicara dari hulu ke hilir, meliputi kepastian hukum hingga bicara mengenai sosialisasi dan teknis pemilihan umum.
Sinergi Untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kualitas pemilu
Titik awal secara konstitusi untuk menyelenggarakan aksesibilitas dalam pemilu adalah tentu aturan, baik UU Pemilu maupun PKPU terkait pemungutan dan penghitungan suara, namun secara teknis, titik awal mewujudkan itu adalah memberikan pemahaman kepada sumber daya manusia, baik di jajaran KPU, PPK, PPS, hingga ke KPPS dan jajaran Bawaslu. Beberapa aturan pokok terkait TPS Akses disampaikan baik dalam ruang sosialisasi maupun bimbingan teknis, kepada semua segmen pemilih.
Adapun beberapa upaya telah dilakukan KPU Kota Jakarta Timur untuk mengelola kaum disabilitas diantaranya yaitu :
- peningkatan SDM, baik relawan demokrasi, mapun badan adhoc KPU, khususnya disisipkan materi mengenai melayani pemilih disabilitas
- sosialisasi khusus kaum disabilitas, terkait teknik penyelenggaraan pemilu
- pendataan pemilih berkala, titik konsentrasi semua panti sosial didata calon pemilihnya
- bimbingan teknis terkait pemungutan suara
- melibatkan kaum disabilitas untuk menjadi petugas KPPS
Faktor awal yang menjadi fokus kami dalam menata dan mengelola kaum disabilitas di Jakarta Timur adalah relawan demokrasi, kami mempunyai lima orang relawan demokrasi untuk segmen disabilitas yaitu Prihatin Kurniawan, Yogi Madsuni, Ajat Sudarajat, Marsita dan Masan. Mereka adalah Think Thank buat KPU Jakarta Timur untuk menata dan mendaya-gunakan kaum disabilitas untuk berpartisipasi dalam pemilu 2019.
Proses sosialisasi juga menggandeng organisasi-organisasi disablitas, seperti Pertuni. Pada 20 Februari 2019, kami megadakan sosialisasi pemilu yang ramah disabilitas, tidak hanya sosialisasi, bahkan kami melakukan hal lain, seperti simulasi pemungutan dan Penghitungan suara di Panti Cahaya Batin dan PSBL Harapan Sentosa, Cipayung. Hal lain tentu pelibatan kaum disabilitas tidak hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai KPPS, seperti Amud, penyandang disabilitas panti Sasana Bina Daksa Budi Bhakti, kita libatkan sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS ) pada pemilu 17 April 2019. Ia melayani 298 pemilih di Tempat Pemungutan Suara ( TPS ) 89 dengan jumlah pemilih terdiri dari laki-laki 160, perempuan 138, dan pemilih tuna daksa 25 orang di Kelurahan Pondok Bambu.
Konfigurasi Pemilih Disabilitas dalam Daftar Pemilih Tetap di Jakarta Timur
Jakarta Timur menjelang pemungutan dan penghitungan suara mempunyai jumlah pemilih disabilitas sebanyak 2858 jiwa, terdiri dari mereka yang tinggal sebagai warga binaan maupun di perkampungan/ perumahan warga. Hal tersebut tentu menjadi tantangan sekaligus sebuah bonus demografi yang harus dikelola dengan baik, supaya menjadi unsur kekuatan di Jakarta Timur.
Adapun total pemilih yang terdaftar adalah 2858, terdiri dari tuna daksa 504, tuna rungu 295, tuna grahita 1434, dan tuna lainnya sebanyak 458. Persentasenya sebagai berikut, tuna daksa 17,6 %, tuna rungu 10, 32 %, tuna grahita 50, 17 %, dan tuna lainnya sebanyak 16, 02 %. Data ini hanya data DPT, belum termasuk Daftar Pemilih Khusus dan Daftar Pemilih Pindahan yang termasuk kategori disabilitas. Angka ini secara kuantitatif bisa menjadi penentu seseorang terpilih atau tidaknya.
Tingkat partisipasi kaum disabilitas yang terdaftar sebagai pemilih dan yang melakukan hak pilih dengan merujuk pada DB 1 dijelaskan dalam bagan dibawah ini. Infografis tersebut menyatakan bahwa jumlah pemilih yang terdata sebagai pemilih disabilitas adalah 2858, tetapi dengan mengikut-sertakan DPTb dan DPK, maka data pemilih disabilitas adalah 3393 orang, sedangkan yang menggunakan hak pilih adalah 2719.
Didapatlah kesimpulan ada dua tingkat persentase, persentase pertama adalah persentase DPT, kalau merujuk pada DPT, maka persentasenya adalah 95. 13 %, tetapi dengan melibatkan DPK dan DPTb, maka persentasenya adalah 80.13, ini tentu angka yang signifikan dan sangat menentukan. Hal ini didapatkan karena sinergi antara KPU dan Stakeholder, termasuk kaum disabilitas dan seluruh organisasi yang menaunginya.
Catatan Penting Terkait Kaum Disabilitas dan Keterlibatannya
Catatan penting mengenai kaum disabilitas adalah kebutuhan mereka dengan segmen lainnya berbeda, baik dalam tahapan sosialisasi, maupun pemungutan suara. Oleh sebab itu, KPU sebagai penyelenggara teknis harus mempersiapkan model yang baik dan tepat terkait bahan sosialisasi maupun kebutuhan teknis pemungutan suara di TPS. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat partisipasi maupun kualitas penyelenggaraan pemilu, khususnya di wilayah administrasi Kota Jakarta Timur.
Pemilu akses adalah representasi sarana politik yang nyata bisa dioptimalkan oleh para disabilitas sebagai pengejawantahan proses suksesi kepemimpinan yang terlembagakan. Bangsa Indonesia punya pengalaman luar biasa di dalam menyelenggarakan pemilu dan pilkada pascareformasi.. Negara menempatkan mereka pada konfigurasi politik partisipatoris, sehingga KPU sangat terbantu dalam merencanakan, mengawal dan melaksanakan pelaksanan teknis pemilu.
KPU Kota Jakarta Timur menggandeng para tokoh disabilitas dilingkungan kota Jakarta Timur, untuk dijadikan relawan demokrasi, sekaligus konsultan KPU untuk melayani para pemilih kaum disabilitas. Jumlah mereka ada lima terdiri dari disabilitas netra dan daksa. Walaupun hanya ada dua jenis disabilitas yaitu daksa dan netra, tapi mereka memahami cara melayani kaum disabilitas lainnya di Jakarta Timur. Hal ini menjadi Strength Point, KPU Jakarta Timur untuk mewujudkan Pemilu yang aksesibel buat kaum disabilitas.
Studi Kasus Pemilu 2019 di KPU Kota Jakarta Timur
Wage Wardana Ketua KPU Jakarta Timur
Leave a Reply