Kelas Pemilu.org – Rapat dengar pendapat antara Komisi Pemilihan Umum dan Komisi II DPR RI menghasilkan kesepakatan bahwa Pilkada Serentak akan dilaksanakan pada tanggal 9 desember 2020 dengan tetap mempertimbangkan perkembangan pandemik covid – 19 di Indonesia. Walaupun beberapa pengamat pemilu berpendapat bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah tanggal 9 desember ini cukup beresiko. Data tanggal 22 April, angka positif coronavirus di Indonesia mencapai 7.418 orang dengan jumlah 635 orang meninggal dan 913 dinyatakan sembuh. Akan tetapi pembicaraan tentang opsi pelaksanaan pemilu serentak tahun ini kian hangat dan seolah mendapat angin segar, ketika Korea Selatan dinilai berhasil melaksanakan pemilu dengan protokol pengamanan pandemik covid – 19, tanggal 15 April kemarin.
Keberhasilan Korea Selatan menyelenggarakan pemilihan parlemen, salah satunya, bisa di ukur dari tingkat partisipasi masyarakat. Tahun ini, tingkat partisipasi masyarakat dinilai paling tinggi sejak tahun 1992. Dimana jumlah pemilih berada di angka 66 persen dari total 44 juta pemilih secara keseluruhan. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemilihan parlemen tahun 2016. Bagaimana bisa? dalam situasi dimana orang akan berpikir dua kali datang ke TPS karena merebaknya wabah pandemik covid 19 serta adanya pemberlakuan penjarakan sosial (sosial distanching) atau penjarakan fisik (physicological distanching). Korea Selatan malah meraih partisipasi masyarakat paling tinggi.
Padahal banyak anggapan bahwa pemilu di seluruh dunia bakal gagal tahun ini akibat massifnya pandemik covid 19 yang tidak bisa dikontrol. Baik sebagai pemilih maupun penyelenggara pemilu tidak mau mengambil resiko itu. Kecemasan ini terbukti dengan ditundanya pemilu dibeberapa negara di dunia, sebut saja, Amerika Serikat dan Inggris. Akan tetapi kecemasan seperti itu tidak berlaku bagi Korea Selatan. Dengan kemampuan kontrol situasi yang terukur, Negeri gingseng telah membuktikan keberhasilannya dalam menyelenggarakan pemilihan parlemen di tengah pandemik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana Korea Selatan bisa berhasil membangun kepercayaan publik? Apa yang dilakukan?
Adhy Aman, seorang senior program Manajer International Institut For Democracy And Electoral Assitennce (IDEA), menuturkan ada enam faktor yang perlu diperhatikan dari keberhasilan penyelenggaran Pemilu di Korea Selatan yaitu: kerangka pemilu yang cukup, anggaran yang memadai dan logistik yang tepat waktu, adanya kepercayaan kepada penyeleanggara pemilu, kondisi politik yang mendukung dan komunikasi yang intensif.
Mungkin pengalaman Korea Selatan dengan enam faktor sebagaimana disampaikan di atas, bisa menjadi alternatif plan atau setidaknya menjadi indikator sementara untuk menimbang kesiapan bagi negara – negara yang berencana melaksanakan pemilu tahun ini di tengah wabah pandemik covid 19 yang tidak tau kapan berakhir. Tanpa terkecuali Indonesia.
Melihat Ke – Indonesia
Katakanlah Indonesia melaksanakan pemilihan serentak pada bulan desember 2020 dimana kondisi covid 19 sekiranya belum berakhir. Tentu diperlukan pertimbangan untuk memotert kesiapan Indonesia. Barangkali menarik untuk mengurai kesiapan indonesia itu menggunakan enam faktor keberhasilan penyelenggaraan pemilu di Korea Selatan seperti yang disebutkan di atas.
Pertama, Kerangka pemilu yang cukup. Untuk meminimalisir resiko maka lewat National Election Commission (NEC) membagi pemilu Korea Selatan menjadi dua model yaitu : pemilihan awal dan pemilihan lewat pos kepada pemilih dengan kondisi tertentu. Pemilihan awal dilakukan dua hari sebelum hari H pada TPS terdekat. Ini dilakukan semata – mata untuk mengurangi kerumunan pada hari pemungutan suara. Dan aturan ini ternyata telah dilaksanakan jauh hari sebelum covid 19 menyerang. Artinya, Korea selatan telah siap tempur. Ini dimungkinkan karena Korea Selatan telah lama bartarung dengan wabah epidemic sejenis, H5N1 (Flu burung), Flu Babi dan SARS pada periode sebelumnya. Sehingga, mereka telah memikirkan segala alternatif ketika menghadapi hal serupa kedepan.
Hal mana tidak terpikirkan oleh Indonesia. Kita tidak pernah menyangka bahwa dampak virus corona akan sampai ke Indonesia. Sebelumnya indonesia memang pernah menghadapi virus H5N1 tapi tidak separah covid – 19. Akibatnya, indonesia terlambat menyiapkan skenario terburuk apabila pemilu serentak tetap dilaksanakan tanggal 9 desember dan wabah pandemik covid 19 belum berakhir. hingga sekarang pun Peppu tak kunjung diterbitkan oleh presiden. Artinya, saat ini, baik pengalaman maupun aturan hukum yang kuat belum dimiliki oleh Indonesia.
Kedua, anggaran yang memadai dan logistik yang tepat waktu. Maksudnya, pelaksanaan pemilu di tengah pandemik tentu tidak lepas dari kesiapan fasilitas yang memadai. Korea selatan menggunakan protokol covid 19 dalam menggelar pemilihan parlemen. Bagaimana TPS dibangun dengan luas yang cukup untuk mendukung penjarakan sosial antar pemilih. Penyelenggara pemilu mengguanakn pelindung wajah, penggunaan hand sanitizer serta pengecekan suhu tubuh sebelum masuk TPS merupakan kewajiban utama.
Fasilitas protokol covid 19 bukanlah barang murah, apalagi sekarang ini. Penyediaan fasilitas tersebut membutuhkan waktu sebab hampir semua orang di seluruh dunia memerlukan itu. Di Indonesia Justru, hasil Rapat dengan pendapat tanggal 30 Maret antara KPU, Bawaslu dan Komisi II DPR RI memberikan sinyal lain. Dimana anggaran pemilihan serentak yang belum terpakai diharapkan bisa diarahkan guna penanganan covid 19. Tentu ini menimbulkan dilema, antara apakah mendahulukan penanganan covid 19 atau pengadaan fasilitas protokol covid 19 untuk pelaksanaan pemilihan serentak.
Perlu digaris bawahi, pengadaan fasilitas protokol covid 19 di TPS merupakan cara Korea Selatan memberikan rasa aman bagi pemilih di TPS dan itupula yang membangun kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. Itulah kenapa anggaran dan logistik yang tepat waktu perlu ditimbang.
Ketiga, adanya kepercayaan kepada penyelenggara pemilu. Diatas telah disinggung bahwa memberikan rasa aman kepada pemilih dari ancaman covid 19 adalah cara untuk mendapatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilihan. seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan. Artinya, Indonesia harus mampu memberikan rasa aman bukan hanya kepada pemilih mlainkan juga kepada penyelenggara pemilu yang bertugas.
Kita memiliki ingatan yang dalam bagaimana pemilu serentak 2019 memakan korban. Hampir 600 orang penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu yang meregang nyawa dengan motif kematian bermacam – macam. Maksudnya, bagi indonesia dengan fakta tersebut, membangun kepercayaan publik bukanlah hal sepeleh.
Keempat, kondisi politik yang mendukung. Pemilihan parlemen 2020 di korea selatan menjadi berkualitas dan berhasil bersamaan dengan apresiasi dunia pada pemerintah korea selatan dalam penanganan covid 19. Sejak pandemik coronavirus dimulai pada februari lalu tercatat hingga kemarin tanggal 22 april jumlah korban mencapai 10.694 infeksi dengan 238 kematian. Pada tanggal 7 April 2020, sepekan sebelum pemilhan parlemen tanggal 15 April, kematian berada pada angka 136 orang. Tentu masih lebih kecil dibanding Cina apalagi Indonesia. Itulah kenapa Korea Selatan memperoleh apresiasi dari seluruh dunia. Apresiasi ini diduga mampu menciptakan kepercayaan aktor – aktor negara dalam melaksanakan pemilihan parlemen di Korea Selatan dengan Protokol Covid 19 tentunya.
Sementara di Indonesia, hingga kemarin tanggal 22 April angka positif coronavirus di Indonesia mencapai 7.418 orang dengan jumlah 635 orang meninggal dan 913 dinyatakan sembuh. Mungkin ini diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya, keterlambatan pemerintah dalam merespon keberadaan virus corona di Indonesia. Sebagaimana laporan The sydney morning herald, menyatakan bahwa ‘pemerintah indonesia dinilai telah menyangkal kebaradaan virus corona selama berminggu – minggu’ sebagaimana dilansir dalam Kumparan (23/3/2020). Kedua, kedisiplinan masyarakat indonesia dalam bangunan kesadaran kolektif. Korea selatan berhasil menekan angka penyebaran virus tanpa lockdown dikarenakan adanya kesadaran dan kedisiplinan dari masyarakat.
Kelima, komunikasi yang intensif. Korea Selatan melalui NEC, sangat pro aktif menjelaskan kepada publik terkait isu – isu yang menjadi pertaruhan kualitas pemilu dan kesehatan masyarakat, tantangan yang dihadapi, pilihan alternatif yang tersedia, juga kebijakan yang diambil. Komuniaktif adalah kunci membangun kepercayaan publik. Rumusnya sederhana, bagaimana orang akan percaya jika dia tidak di beri tau.
Melihat situasi saat ini dimana orang memilih berdiam diri dirumah daripada beraktifitas diluar rumah. Akibat adanya kebijakan penjarakan sosial (social distancing) dan (physicological distancing) dimana orang akan terbatas bertemu secara langsung dan memilih pertemuan secara virtual, entah melalui gadget atau laptop. Maka memanfaatkan media online atau media sosial daring sepertinya penting. Namun, perlu dilihat pula tingkat kesadaran literasi masyarakat indonesia. Maksudnya, apabila dihadapkan antara memilih menonton konten berita dan sinetron, bagaimana membuat orang lebih tertarik menonton konten berita yang berisi informasi tentang pemilihan serentak.
Keenam, transparansi proses pemilu. faktor terakhir yang menentukan keberhasilan pemilu Korea Selatan yakni transparansi proses pemilu dimana proses pemungutan dan perhitungan suara disiarkan langsung melalui siaran televisi. Hal mana dilakukan karena pemilih maupun pemantau pemilu setelah melakukan pemilihan langsung kembali kerumah masing – masing.
Namun apakah itu bisa menjamin tidak adanya potensi manipulasi suara? Menyoal itu, maka ukurannya adalah integritas seluruh elemen pemangku kepentingan di dalam momentum pemilihan. Khususnya, penyelenggara pemilu. Dipecatnya dua komisioner KPU RI secara beruntun merupakan pukulan telak bagi kepercayaan publik atas penyelenggara pemilu. Catatan hitam seperti ini diharapkan semoga tidak terjadi kembali pada pemilihan serentak kedepan.
Penutup
Terakhir, apa yang menjadi uraian di atas tentu belum sepenuhnya benar, ini masih menjadi pendapat pribadi, faktor – faktor keberhasilan Korea Selatan bisa saja digunakan, bisa juga tidak. Hanya saja, jika ditanya apakah Indonesia membutuhkan skema penyelenggaraan pemilu di masa pandemik covid 19 maka jawabannya adalah iya. Sebab, kita membutuhkan skema yang terukur bukan tergesa – gesa.
Manado, April 2020.
Divisi Demokrasi dan Kepemiluan Netfid Sulawesi Utara
Zainudin Pai
Referensi :
- Kumparan, Ilmuwan Dunia Paling Khawatir Indonesia Dalam Tangani Virus Corona (Doc. 23/3/2020)
- Rumah Pemilu, 6 Faktor keberhasilan pemilu Korea Selatan di Tengah Pandemik.(doc.21/4/2020)
- Rumah Pemilu, Pemilu dengan Protokol Covid 19, pengalaman Korea Selatan. (doc. 21/4/2020)
- Id, Update Virus Corona di Dunia (22/4/2020)
Leave a Reply